Hutan Bekas Pengambilan Sampel PT STM Masih Dibiarkan Terbengkalai -->
Cari Berita

Iklan 970x90px

Hutan Bekas Pengambilan Sampel PT STM Masih Dibiarkan Terbengkalai

Thursday, April 24, 2025

 


Dompu, Infobima - Area bekas pemboran dan pengambilan sampel di kawasan hutan di Kecamatan Hu,u, Kabupaten Dompu oleh PT Sumbawa Timur Mining (STM) hingga saat ini masih terlihat terbengkalai tanpa dilakukan reklamasi. 


Area yang pernah digunakan untuk pengeboran dan pengambilan material sampel kini masih terlihat jejak kerusakan berupa lahan yang masih terbuka.


Begitu juga dengan bekas kolam pengujian yang dibangun PT. STM dan di klaim sebagai kolam uji coba pendingin air tanah. Kolam ini tetap tidak ditutup meski perusahaan mengaku proses pengujian telah selesai. 


Di beberapa media, pihak PT. STM beralasan bahwa PT STM belum melakukan reklamasi lokasi itu karena areal tersebut masih akan dimanfaatkan kembali di masa mendatang. 


“Kami tidak menutup atau mereklamasi total karena titik-titik ini masih masuk dalam rencana eksplorasi lanjutan,” ujar perwakilan PT. STM beberapa waktu lalu seperti yang beredar di sejumlah Media. 


Namun sikap ini justru menimbulkan pertanyaan publik terkait komitmen perusahaan yang dikuasai investor asing ini terhadap perlindungan lingkungan di wilayah Konsesi. Tidak hanya itu, Sikap PT. STM mengundang kekhawatiran publik akan kepatuhannya terhadap Undang - undang dan Peraturan Pemerintah yang secara tegas mewajibkan Reklamasi kepada perusahaan tepat setelah kegiatan eksplorasinya telah selesai di suatu titik tertentu.


Senada dengan penjelasan perusahaan, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Dompu, Andi Bahtiar, turut memberikan tanggapannya. Kepada Media Senin, 21 April 2025, Ia mengaku sudah meninjau langsung lokasi eksplorasi tersebut bersama timnya. “Kami sudah ke lapangan dan memang ada lahan bekas eksplorasi, tapi STM juga menunjukkan kepada kami tempat pembibitan tanaman. Itu katanya untuk ditanam di lahan bekas aktivitas mereka,” ujarnya.


Andi mengakui bahwa tidak semua lahan bekas eksplorasi telah direklamasi. “Ada sebagian yang belum, tapi dari penjelasan mereka, area itu akan digunakan kembali,” tambahnya. Namun pernyataan ini menunjukkan adanya celah dalam pengawasan dan potensi pembiaran atas praktik perusahaan yang menunda-nunda reklamasi dengan alasan kelanjutan eksplorasi.


Tanggapan kritis datang dari advokat muda Amirullah, SH, yang aktif mengawal isu pertambangan di lingkar tambang Kecamatan Hu’u. Warga Desa Rasa Bou Kecamatan Hu'u ini menilai PT. STM belum serius menjalankan kewajiban reklamasi sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.


“Berdasarkan Pasal 96 huruf f Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perusahaan tambang wajib melakukan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan karakteristik wilayah dan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelas Amirullah.


Secara teknis, lanjutnya, kewajiban tersebut dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, terutama:


Pasal 21: Pemegang izin Eksplorasi wajib melakukan reklamasi pada lahan terganggu paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan di lokasi tersebut.


Pasal 25 ayat (3): Pascatambang juga wajib dilakukan dalam jangka waktu 30 hari kalender setelah seluruh atau sebagian kegiatan berakhir.


“Artinya, tidak ada celah hukum yang memperbolehkan perusahaan menunda reklamasi hanya karena ‘mungkin akan digunakan lagi’. Begitu kegiatan berhenti, reklamasi harus dijalankan,” tegas Amirullah.


Ia juga mempertanyakan fungsi pengawasan pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup, yang menurutnya tidak cukup hanya mendengarkan penjelasan sepihak perusahaan. “Kalau hanya berdasarkan penunjukan pembibitan tanpa verifikasi independen atau audit lingkungan, itu bukan pengawasan, itu cuma kunjungan biasa,” katanya.


Amirullah mengingatkan bahwa praktik seperti ini mencerminkan ketidaksiapan PT. STM dalam menjalankan operasi tambang yang berwawasan lingkungan. Ia menekankan bahwa investasi sektor tambang harus beriringan dengan tanggung jawab ekologis yang tidak bisa ditawar-tawar.


“Kalau perusahaan sebesar STM saja masih berdalih soal reklamasi, bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa mereka serius menjaga lingkungan?” pungkasnya.(tim)